BI Diprediksi tahan Suku Bunga Acuan Tetap di Level 6,25 Persen hingga Akhir Tahun

Aksaratimes.com I 16 Mei 2024 Jakarta – Chief Economist PermataBank sekaligus Head of Permata Institute for Economic Research (PIER), Josua Pardede, memperkirakan bahwa suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-Rate) akan bertahan di level 6,25 persen hingga akhir tahun 2024.

“Kami relatif conservative bias, artinya kami melihat bahwa ada potensi penurunan Fed Funds Rate sekitar 25 basis poin (di akhir 2024), namun BI-nya kami perkirakan akan tetap stay di kisaran 6,25 persen sehingga ini kami perkirakan bahwa nilai tukar rupiah setidaknya masih akan berada dalam kisaran Rp16 ribu,” ujar Josua dalam acara “Pemaparan Indonesia Economic Review 1Q2024” di Jakarta, Selasa (15/5).

Menurut Josua, kebijakan BI untuk menaikkan suku bunga acuan merupakan langkah pre-emptive untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta mengelola ekspektasi inflasi, khususnya untuk menangani imported inflation. Ia mengingatkan bahwa penguatan dolar AS cenderung mendorong risiko imported inflation. Untuk meredam imported inflation, kenaikan suku bunga BI dianggap sebagai langkah yang tepat.

Read More

“Namun apakah ini (kenaikan BI-Rate) berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi? Tidak juga. Kami melihat bahwa BI itu kebijakannya tidak hanya sebatas pada kebijakan moneter,” tambahnya.

Josua menjelaskan bahwa kebijakan lain BI, seperti makroprudensial, sistem pembayaran, dan pendanaan pasar keuangan, masih relatif longgar. Kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) juga akan tetap dilonggarkan atau dilanjutkan.

Josua juga mengatakan bahwa arah suku bunga bank sentral utama di dunia, termasuk Indonesia, cenderung dipengaruhi oleh arah suku bunga The Fed atau Bank Sentral AS. The Fed diperkirakan hanya menurunkan suku bunga acuan sekitar 25 bps pada akhir 2024 dan akan lebih agresif tahun depan, seiring dengan ekspektasi inflasi AS yang mulai mendekati target.

“Kami melihat bahwa dengan kondisi tensi geopolitik global yang masih cukup dominan serta masih ada ketidakpastian terkait dengan seberapa besar penurunan suku bunga The Fed, maka kebijakan moneter (oleh BI) tentunya akan diambil dengan berhati-hati,” lanjut Josua.

Terkait dampak kenaikan BI-Rate terhadap suku bunga perbankan, Josua menilai dampaknya cenderung lebih terbatas. Dilihat dari sisi likuiditas melalui beberapa indikator seperti rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) dan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK), semuanya masih di atas ambang batas dan belum menunjukkan tren pengetatan yang signifikan.

“Kami juga melihat ada kondisi resiliensi dari sisi penyaluran kredit perbankan yang masih tumbuh double digit di tahun ini, sejalan dengan likuiditas dari perbankan masih ample serta dukungan kebijakan makroprudensial kepada perbankan sehingga penyaluran kredit perbankan masih akan tetap solid. Ditambah lagi, sekalipun memang kebijakan OJK yang terkait dengan COVID-19 sudah selesai, ini kita melihat bahwa NPL tetap akan terjaga,” tutup Josua. (red)