Bojonegoro(aksaratimes.com)– Ketua DPC LSM IJS (Indonesian Justice Societty) Bojonegoro, Achmad Imam Fatoni mengaku turut prihatin terhadap persoalan adanya keretakan hubungan antara Bupati Bojonegoro Anna Muawwanah dengan Wakil Bupati Bojonegoro Budi Irawanto yang biasa disapa Mas Wawan.
“Saya kira keharmonisan keduanya bisa langgeng tanpa ada yang merasa di tilap dan tak ada keretakan, namun kenapa sekarang sudah retak?, dan sudah diketahui khalayak ramai serta menjadi konsumsi publik, dan tidak hanya masyarakat Bojonegoro,” kata Achmad Imam Fatoni melalui siaran persnya kepada media(aksaratime.com), Jum’at (1/5/2020).
Kata Achmad Imam Fatoni , kita ketahui semenjak munculnya berita tentang protesnya wakil Bupati terkait mutasi jabatan Pemkab Bojonegoro publik sudah beropini bahwa ada ketidak nyamanan wakil bupati Bojonegoro Mas Wawan, terlebih Mas Wawan juga menyampaikan kritikannya bahwa kurang lebih beliau katakan “pemerintah pusat sampai desa sedang getol memerangi virus corona, namun Pemkab Bojonegoro justru malah membuat acara pelantikan mutasi jabatan”. Sampai ketidak sepahaman Mas Wawan dengan Bupati tentang mutasi pejabat diawal periode pemerintahan yang telah melakukan delapan kali mutasi dan tanpa melalui Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan), yang tandasnya “semua di eksekusi sendiri”. Kurang lebih begitulah yang saya baca dari laman klilkjatim.com , belum lagi bila kita lihat hasil pengakuannya kepada wartawan SuaraBojonegoro.com bahwa Mas Wawan pernah hanya disodori berkas mutasi pejabat, namun ditolak oleh dirinya, namun meskipun dirinya menolak tanda tangan mutasi tetap dilaksanakan.
mood
Namun kata Fatoni, saya sebenarnya sering mengkritik Bupati lewat akun IG sampai akhirnya akun saya diblokir sama bupati sehingga sekarang mau kritik ndak bisa langsung di postingan Bupati, saya kritik sejak problem infrastruktur jalan banyak yang mangkrak sampai terakhir masalah tempat isolasi covid 19, aku sih berharap semoga Mas Wawan ndak di blokir juga.
“Selaku Pengurus IJS , saya tidak memposisikan diri sebagai pembela Bupati atau Wakil Bupati, namun perlu diketahui bahwa rivalitas dan konflik merupakan pemicu utama mengapa seorang Bupati dan Wakil Bupati tidak akur, tidak solid, dan tidak harmonis,” sebut dia.
Menurutnya, mungkin hal itu tidak akan terjadi bila keduanya memahami dan mendalamiamanat Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang ini dengan jelas mengatur tugas dan wewenang kepala daerah (Bupati) berdasarka n kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD (P asal25), wakil kepala daerah seharusnya membantu kepala daerah baik penyelenggaraan pemerintah daerah, mengevaluasi, memberikan saran kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan kepemerintahan (P asal 26), belum lagi membicarakan kewaiban dalam menjalankan tugas sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah dari memegang teguh dan mengamalkan pacasila sampai menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintah daerah (Pasal 27) .
Wakil bupati membantu kepala daerah (Bupati) dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Jika dicermati, berdasarkan undang-undang ini, kedudukan Bupati dan Wakil Bupati tidak setara. Bupati/kepala daerah sebagai pemimpin pemerintahan tertinggi di daerah dan wakil kepala daerah merupakan “pembantu” kepala daerah.
“Wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah. Sementara secara politis, sebenarnya kedua pemimpin ini dipilih satu paket melalui suatu pemilihan langsung,” katanya.
Achmad Imam Fatoni menjelaskan mengapa rivalitas terjadi? Pertama, antara Bupati dan Wakil Bupati terjadi hubungan persaingan satu sama lain dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan. Bupati dan Wakil Bupati saling berebut pengaruh, baik dilingkungan aparat pemerintahan maupun di masyarakat.
Kedua, terjadi konflik kepentingan. Seperti diketahui, Bupati dan Wakil Bupati berasal dari partai politik (parpol) berbeda. Hj. Anna Mu’awanah berasal dari P KB , sedangkan Drs. Budi Irawanto, M.Pd dari PDIP . Dengan latar belakang tersebut, tentu saja keduanya akan memperjuangkan kepentingan parpol pengusung.
Ketiga, pengisian jabatan-jabatan struktural di pemerintahan. Keduanya bersaing untuk menempatkan “orang-orangnya” pada posisi strategis. Jika salah satu merasa tidak terakomodir, maka rivalitas dan konflik kepentingan tersebut akan terus terjadi sampai berakhirnya masa jabatan keduanya.
Keempat, antara Bupati dan Wakil Bupati terjadi konflik kewenangan dalam pengambilan kebijakan dan pelaksanaan pemerintahan di daerah. Hal ini terjadi karena keduanya merasa secara politik “menganggap” setara (dipilih langsung dalam satu paket yang sama-sama berasal dari parpol).
Achmad Imam Fatoni mengaku tidak bisa mem bayangkan jika hubungan Bupati dan Wakil Bupati terjadi seperti ini. Membingungkan aparat di bawahnya. Kinerja pemerintahan pun terganggu. Sebab, persaingan politik bisa merasuk ke dalam diri birokrasi pemerintahan.
Selain itu, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), hingga Camat kewalahan karena harus melayani kepentingan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang hubungannya sedang tidak harmonis. Birokrasi pun terbelah menjadi dua kubu dan mulai timbul saling curiga. Kondisi ini tentu berpengaruh kepada pelayanan publik. “Jika seorang Wakil Bupati tidak memahami posisinya, celah terjadinya disharmoni menganga lebar,” tuturnya.
“Sangat disayangkan jika baru dua tahun berjalan kepemimpinan mereka, namun hubungan diantara keduanya sudah retak. Jangan seperti anak baru gede yang sedang pacaran lah, ketika sedang baik dunia serasa milik berdua , tapi ketika sedang tidak harmonis, malah ngatain ini dan itu , dan bahkan di ketahui oleh publik,” kata Fatoni .
Achmad Imam Fatoni mengatakan, jangan cepat sekali pecah kongsi sebelum habis masa jabatan. Pecah kongsi ini terjadi disebabkan Bupati dan Wakil Bupati bekerja demi kepentingannya masing-masing. Akibatnya terjadilah konflik kepentingan di antara keduanya. Apalagi jika masing-masing bernafsu untuk maju dalam Pilkada berikutnya.
Kalau sudah begini, pemerintahan pun tidak berjalan semestinya.”Saya melihat Bupati atau Wakil Bupati tidak paham fungsi, peran dan wewenang masing-masing , atau bisa diduga masih belajaran memimpin bojonegoro meskipun keduanya memiliki latar belakang akademis i dan jabatan politik . Akibatnya pembagian peran dan tanggung jawab itu bergelantungan diantara keduanya. Tak jarang, kesepakatan itu tidak ada. Inilah salah salah satu sumber disharmonisasi kepala daerah dengan wakilnya yang pada akhirnya terjadi pecah kongsi,” kata Fatoni.
Selain itu, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), hingga Camat kewalahan karena harus melayani kepentingan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang hubungannya sedang tidak harmonis. Birokrasi pun terbelah menjadi dua kubu dan mulai timbul saling curiga. Kondisi ini tentu berpengaruh kepada pelayanan publik. “Jika seorang Wakil Bupati tidak memahami posisinya, celah terjadinya disharmoni menganga lebar,” tuturnya.
“Sangat disayangkan jika baru dua tahun berjalan kepemimpinan mereka, namun hubungan diantara keduanya sudah retak. Jangan seperti anak baru gede yang sedang pacaran lah, ketika sedang baik dunia serasa milik berdua , tapi ketika sedang tidak harmonis, malah ngatain ini dan itu , dan bahkan di ketahui oleh publik,” kata Fatoni .
Achmad Imam Fatoni mengatakan, jangan cepat sekali pecah kongsi sebelum habis masa jabatan. Pecah kongsi ini terjadi disebabkan Bupati dan Wakil Bupati bekerja demi kepentingannya masing-masing. Akibatnya terjadilah konflik kepentingan di antara keduanya. Apalagi jika masing-masing bernafsu untuk maju dalam Pilkada berikutnya.
Kalau sudah begini, pemerintahan pun tidak berjalan semestinya.”Saya melihat Bupati atau Wakil Bupati tidak paham fungsi, peran dan wewenang masing-masing , atau bisa diduga masih belajaran memimpin bojonegoro meskipun keduanya memiliki latar belakang akademis i dan jabatan politik . Akibatnya pembagian peran dan tanggung jawab itu bergelantungan diantara keduanya. Tak jarang, kesepakatan itu tidak ada. Inilah salah salah satu sumber disharmonisasi kepala daerah dengan wakilnya yang pada akhirnya terjadi pecah kongsi,”tutur Fatoni.(ft)