Kediri, Aksaratimes.com — Narasi sebuah kota tak hanya soal kekinian, tapi juga tentang masa silam. Menilik kisah sejarah akan menjadikan sebuah kota tumbuh terarah. Perlu narator agar sejarah tak terjarah oleh zaman yang kian cepat berubah. Narasi-narasi itu tak selamanya harus berwujud teks namun bisa juga berupa karya arsitektur, fashion, hingga kuliner. Event tahunan Dekranasda Kota Kediri, Dhoho Street Fashion (DSF) merupakan salah satu wujud cara menarasikan sejarah Kota Kediri, tepatnya pemerintahan Raja Jayabaya.
Raja Jayabaya memerintah kerajaan Kadiri pada tahun 1135 – 1157 M. Pada masa inilah slogan yang terkenal Panjalu Jayati atau Kadiri Menang tertuliskan pada Prasasti Hantang. Prasasti ini sebagai penanda kembalinya Jenggala menjadi bagian dari Kerajaan Kadiri. Sebagai catatan, Panjalu dan Jenggala merupakan wilayah pecahan Kerajaan Kahuripan yang saling berebut kekuasaan pasca mangkatnya Raja Airlangga. Selain itu, Jayabaya memberikan warisan berupa ramalan yang terkenal dengan sebutan Jangka Jayabaya. Ramalan-ramalan itu kerap menjadi wacana kekinian.
Kisah-kisah itulah yang diajukan oleh Dekranasda Kota Kediri untuk diinterpretasikan kepada para desainer yang akan tampil pada The 5th Dhoho Street Fashion (DSF), 5 Desember 2019 di Hutan Kota Joyoboyo dengan tema Pride of Jayabaya.
DSF merupakan upaya dari Dekranasda Kota Kediri untuk mempromosikan tenun ikat kediri ke kancah nasional hingga internasional. Setiap tahun, sejak tahun 2015, DSF digelar dengan melibatkan desainer nasional dan desainer lokal untuk membuat outfit yang inspiratif. “Memberi inspirasi bagi masyarakat bahwa tenun bisa disajikan dalam busana yang beragam, tak hanya formal tapi juga kasual, baik laki-laki maupun perempuan” kata Ferry Silviana Abu Bakar, Ketua Dekranasda Kota Kediri.
Bila penggunaan material Tenun Ikat Kediri semakin banyak, harapannya akan semakin menumbuhkan pasar kain tenun ikat kediri yang diproduksi para perajin tenun di Kelurahan Bandarkidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Selanjutnya, akan meningkatkan value dari tenun ikat kediri sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan para penenunnya. Di sisi lain, penenun muda akan tertarik untuk melanjutkan produksi kekayaan wastra Kota Kediri ini.
Tahun ini, Dekranasda Kota Kediri mengundang 3 (tiga) perancang busana bereputasi nasional untuk tampil di DSF yaitu Priyo Oktaviano (24 outfit), Didiet Maulana (24 outfit), dan Samira M. Bafagih (12 outfit). Selain ketiga desainer tamu di atas, DSF juga akan memberikan kesempatan kepada desainer lokal dan peserta didik SMK Negeri 3 Kediri untuk menampilkan 4 outfit. Desainer lokal terdiri dari Numansa (4 outfit), Azzkasim (5 outfit), dan Luxecesar (4 outfit).
Kepemimpinan Prabu Jayabaya yang bijak dan tegas menginspirasi Priyo Oktaviano membuat koleksi bertema Neon Future KEDIRI. Dalam koleksinya kali ini Priyo Oktaviano menampilkan karya dengan gaya yang berani namun tetap elegan menggunakan warna-warna kontras dari kain tradisional tenun ikat tenun kediri.
“Saya mencoba memberikan satu influence untuk anak muda kota Kediri agar berani berpakaian dengan motif tenun lokal Kediri yang bisa di-mix and match sehingga menjadi casual, fun, young, dan modern looks yang tidak meninggalkan khasanah budaya lokal,” kata Priyo Oktaviano, desainer kelahiran Kota Kediri yang sukses membangun bisnis di industri fashion nasional melalui brand Spous by Priyo. Ia akan mengajak penonton untuk bisa menikmati fashion show dengan lebih asyik, gembira, dan rileks (tidak terlalu serius) diiringi alunan musik yang dinamis dan gembira.
Tak seperti fashion show pada umumnya yang semata menampilkan peragaan busana, DFS juga didesain memberi hiburan bagi masyarakat Kota Kediri. Oleh sebab itu, di sela-sela pergantian desainer akan diselingi dengan pertunjukan tari dari CK Dance yang menampilkan tarian bertema Jayabaya dan paduan suara dari Kediri Youth Voice. Selain itu juga ditampilkan music performance oleh Ari Wvlv dengan show director Lima.
Hutan Joyoboyo merupakan salah satu ruang terbuka hijau sebagai hasil penyegaran wajah Kota Kediri yang digencarkan oleh Walikota Abdullah Abu Bakar. Sebelumnya, area hutan ini kurang terurus dan sangat lekat dengan kesan negatif. Dalam melakukan revitalisasi, Pemerintah Kota Kediri menggandeng Yu Sing, pendiri firma arsitektur Studio Akanoma yang sangat concern dengan isu-isu lingkungan hidup.
***
Sekilas tentang Tenun Ikat Kediri
Berdasarkan penelusuran sejarah, kerajinan tenun ikat yang dibuat secara tradisional dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) telah ada di Kota Kediri sejak awal era 1900-an. Jejak historis keberadaan wastra lokal ini adalah beberapa lembar kain tenun asal Kediri buatan tahun 1910 yang tersimpan sebagai koleksi Tropenmuseum di Amsterdam, Kerajaan Belanda.
Situasi pasang surut mengiringi perjalanan industri tenun di Kota Kediri. Kebangkitan Tenun Ikat Kediri ditengarai terjadi pada tahun 1950-an ketika pengusaha keturunan Tioanghoa dan Arab mendirikan usaha tenun dengan ATBM. Kemudian sempat menurun ketika diterpa badai politik pada tahun 1965. Banyak pengusaha tenun gulung tikar hingga tinggal beberapa yang bertahan.
Tahun 2016, Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar mengeluarkan Peraturan Walikota Kediri bahwa seluruh ASN Kota Kediri harus mengenakan pakaian kerja berbahan Tenun Ikat kediri pada hari tertentu. Dari sanalah, permintaan terhadap Tenun Ikat Kediri meningkat signifikan, selain juga permintaan dari luar daerah. Ini adalah bukti meningkatnya apresiasi terhadap wastra Nusantara dan produk kreatif berbasis budaya.
Kini unit-unit usaha kerajinan tenun ikat di Kota Kediri terkonsentrasi di Kelurahan Bandarkidul, Kecamatan Mojoroto tepatnya di Jl. KH. Agus Salim Gg.VII dan Gg.VIII.
Desainer
Priyo Oktaviano. Priyo adalah desainer kelahiran Kota Kediri, bersekolah di SMP N 4 Kediri dan SMAN 7 Kediri. Kiprah panjangnya di industri fashion dengan brand Spous yang didirikannya. Ia sempat belajar dan berkarya di Prancis selama tujuh tahun sebelum akhirnya memutuskan pulang ke Tanah Air dan membangun lini bisnisnya sendiri. Beberapa waktu lalu, Priyo Oktaviano mencatat prestasi sebagai desainer terbaik pada Harbin Fashion Week 2019 di Tiongkok dengan karyanya yang berbahan tenun dan kain lurik.
Didiet Maulana. Melalui brand IKAT Indonesia yang mengusung kain tradisional Nusantara, Didiet Maulana meneguhkan diri sebagai desainer muda yang konsen pada wastra Nusantara. Busana rancangan Didiet sering dikenakan oleh para tokoh penting dalam berbagai kesempatan, misalnya pada Sidang Tahunan IMF – Bank Dunia di Bali pada tahun 2018 yang lalu. Didiet telah berkolaborasi dengan Dekranasda Kota Kediri sejak gelaran The 3rd Dhoho Street Fashion pada 2017.
Samira M. Bafagih. Samira adalah perancang muda asal Kota Kediri yang sukses mendirikan brand Tuneeca di Bandung. Tuneeca berkonsentrasi pada busana muslim (modest wear) dengan nuansa etnik yang edgy dan modern. Melalui rancangannya, Samira sangat menekankan kreativitas dalam keindahan dan kesantunan berbusana.
Desainer Kota Kediri
LuxeCesar Boutique. Didirikan oleh Desty Rachmaning Caesar, perempuan kelahiran 4 Desember 1996, setelah lulus dari SMA Negeri 7 Kediri dan kemudian melanjutkan di Sekolah Mode Quinna (Quinna School of Fashion). Dalam rentang tahun 2016 hingga 2017, ia mengikuti pendidikan mode dan fashion show pertama pada 13 Oktober 2017 dalam acara yang dihelat oleh Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) di Kediri. Ia menampilkan beberapa koleksi busana yang mendapatkan banyak apresiasi dari yang hadir, khususnya Jenderal TNI (Purn) Moeldoko.
Koleksi LuxeCesar dapat dilihat di IG @luxecesar
Azzkasim Boutique. Didirikan oleh Ahmad Qosim, alumni Universitas Sunan Giri, Surabaya. Pendidikan formal memang tidak berkaitan dengan desain dan busana. Hanya kemudian ketertarikannya pada dunia fashion membawa dirinya menekuni dunia fashion. Dimulai tahun 2004 mulai merancang AA Style di Surabaya. Tahun 2009 Qosim pindah ke Kediri dan memulai merancang busana sendiri yang dimulai dengan batik tulis. Kemudian pada tahun 2011 dia memulai dengan bordir. Sampai saat ini, Qosim merancang busana dengan berbagai jenis bahan dan outfit.
Koleksi Azzkasim dapat dilihat di IG @azzkasim2187 dan @azzkasim479
Numansa. Numansa adalah lini bisnis milik Nunung Wiwin Ariyanti yang berbasis di Kelurahan Dermo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Memulai usaha sejak 2014, Nunung pada awalnya adalah seorang artisan batik yang banyak mengeksplorasi motif-motif tentang identitas dan karakteristik lokal Kota Kediri. Setelah sempat menempuh pendidikan mode di LPTB Susan Budihardjo Surabaya, Nunung kemudian menggeluti perancangan busana dengan mengambil wastra lokal Kota Kediri, baik batik tulis maupun tenun ikat, sebagai bahan dasar sebagian besar koleksinya.
Koleksi Numansa dapat dilihat di IG @nunung_wa dan website http://batikdermo.com/
SMK Negeri 3 Kediri. SMK Negeri 3 Kediri menyelenggarakan empat program kompetensi yaitu Jasa Boga, Tata Busana, Tata Kecantikan Kulit dan Rambut serta Multimedia. Desain busana merupakan kompetensi untuk jurusan Tata Busana. Para peserta didik diajarkan teknik membuat pola, menjahit, hingga pengetahuan soal brand. Sejak penyelenggaraan Dhoho Street Fashion yang pertama, SMK Negeri 3 Kediri selalu ambil bagian dengan mengirimkan rancangan busana para peserta didiknya di bawah pengarahan para desainer.
Website: http://smkn3kediri.sch.id/