Fakta Terbaru Kasus ‘Mabuk Kecubung’ Berjamaah di Kalsel, Ada ditemukan Kandungan Pil Putih ? Begini Sejarah Darurat Narkoba di Indonesia

Aksaratimes.com I 21 Juli 2024 Jakarta – Setidaknya 56 pasien saat ini sedang menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sambang Lihum, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Mereka awalnya diduga mabuk kecubung, namun informasi terbaru mengungkapkan bahwa mereka juga mengonsumsi ‘pil putih’ tanpa merek, yang kandungannya sedang diselidiki.

Dalam konferensi pers daring yang diadakan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), psikiater konsultan adiksi RSJ Sambang Lihum, dr Firdaus Yamani SpKJ(K), mengungkapkan bahwa sebagian besar pasien yang sudah sadar mengakui mengonsumsi pil tersebut. Pil putih ini diduga mengandung PCC (paracetamol, caffeine, dan carisoprodol), serta kemungkinan juga mengandung ekstrak kecubung.

“Sebagian besar dari mereka mengatakan sebenarnya mereka tidak mengonsumsi buah kecubung secara langsung. Ternyata mereka mengonsumsi pil putih tanpa merek,” jelas dr Firdaus.

Read More

Menurut dr Firdaus, di wilayah Banjarmasin dan sekitarnya, pil tersebut dikenal dengan nama-nama seperti pil carnophen atau zenith. Pil ini pada dasarnya adalah obat untuk nyeri tulang, namun disalahgunakan oleh beberapa orang.

“Dari penjual mereka ditawarkan pil baru, ada yang mengatakan ini pil zenith baru, ada yang mengatakan ini pil koplo. (Mereka) ada yang meminum 2, 3, bahkan ada yang 5 (pil),” tambahnya.

Pemeriksaan lebih lanjut tentang kandungan pil putih ini sedang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama dengan pihak kepolisian. “Kalau di Banjarmasin, yang saya tahu menggunakan kecubung untuk mendapatkan efek halusinasinya. Tapi di berbagai daerah lain ada yang menggunakan untuk obat tradisional,” ungkap dr Firdaus.

Namun, dr Firdaus memberikan peringatan serius terhadap penggunaan kecubung secara tidak benar, karena dapat menyebabkan dampak kesehatan yang serius bahkan kematian. “Efeknya ini bisa memicu kematian, harus dijauhi, dan berbahaya. Sehingga, perlu edukasi pada masyarakat untuk mengonsumsi buah ini,” tegasnya.

Berita ini mencerminkan upaya penjelasan untuk memahami dan mengatasi masalah serius yang berkaitan dengan penggunaan obat-obatan secara tidak benar di masyarakat.

Darurat Narkoba Dunia dan Indonesia, Hingga dampak Gangguan Kejiwaan pada Masyarakat

Di era tahun 1980-an, Indonesia memang mengalami masalah serius terkait peredaran narkotika, termasuk ekstasi dan pil putih yang menyebabkan dampak buruk pada kesehatan mental dan jiwa para pengguna. Beberapa hal yang dapat diperhatikan dari peristiwa ini adalah:

  1. Penyebaran Narkotika
    Pada masa itu, ekstasi dan berbagai jenis pil putih lainnya tersebar luas di kalangan masyarakat, terutama di lingkungan yang terpengaruh oleh pergaulan bebas dan kecanduan narkotika.
  2. Dampak Kesehatan
    Penggunaan narkotika seperti ekstasi dan pil putih dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental yang serius. Beberapa efek yang dilaporkan termasuk gangguan kejiwaan, depresi berat, kecemasan, dan bahkan psikosis.
  3. Masalah Sosial
    Masalah ini tidak hanya berdampak pada individu secara pribadi, tetapi juga menimbulkan dampak sosial yang luas, termasuk peningkatan kasus kejahatan, penyalahgunaan zat, dan gangguan dalam kehidupan sosial dan keluarga.
  4. Respons Pemerintah
    Pada waktu itu, pemerintah Indonesia melalui Badan Narkotika Nasional (BNN) dan lembaga terkait lainnya telah gencar dalam memberantas peredaran narkotika dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya narkotika.
  5. Penanganan Pasca Kejadian
    Bagi para korban yang mengalami gangguan mental dan jiwa akibat penggunaan narkotika, perawatan medis dan rehabilitasi jangka panjang sering kali diperlukan. Ini mencakup terapi psikologis, dukungan sosial, dan perawatan medis intensif untuk memulihkan kesehatan mereka.

Dampak dari peredaran narkotika seperti ekstasi dan pil putih di era 1980-an masih terasa hingga saat ini, dengan beberapa individu yang terus mengalami akibat serius pada kesehatan mental mereka. Hal ini menegaskan pentingnya pencegahan, edukasi, serta upaya rehabilitasi yang terus menerus dilakukan untuk mengatasi dampak buruk dari penggunaan narkotika di masyarakat.

Penggunaan Narkoba di Indonesia telah menjadi masalah yang serius sejak sebelum Perang Dunia II, pada masa penjajahan Belanda. Pada masa itu, pemerintah Belanda mengizinkan beberapa lokasi tertentu untuk mengisap candu, dengan pemakai candu terbanyak di Indonesia adalah orang-orang Cina yang awalnya menggunakan pipa panjang.

Penggunaan candu juga dilegalkan melalui undang-undang pada masa tersebut. Namun Pada tahun 1940-an, saat pemerintahan Jepang di Indonesia, undang-undang terkait narkoba dihapus dan penggunaan candu dilarang.

Setelah Indonesia merdeka, Menteri Kesehatan membuat undang-undang baru yang mengatur produksi, penggunaan, dan distribusi obat-obatan berbahaya. Namun Pada tahun 1970-an, Indonesia dan dunia Masih mengalami peningkatan yang signifikan dalam penyalahgunaan narkoba, yang khususnya mempengaruhi anak muda.

Pada tahun 1971, pemerintah membentuk BAKOLAK INPRES 6/71 untuk mengkoordinasikan upaya penanggulangan ancaman negara, termasuk narkotika. di Tahun 1972, pemerintah mengeluarkan UU baru yang mengatur penyelundupan narkotika dan peran dokter serta rumah sakit sesuai dengan arahan kementerian kesehatan.

Seiring meningkatnya penyalahgunaan narkoba, pemerintah Kembali merevisi UU Antinarkotika, yang diimplementasikan melalui UU nomor 22/1997 dan UU Psikotropika nomor 5/1997 yang mengancam pelaku kejahatan narkotika dengan hukuman mati.

BNN dan Polri saat ini terus aktif dalam menerapkan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) untuk menanggulangi peredaran narkoba yang semakin marak. Ini adalah sejarah perkembangan narkoba di Indonesia dan dunia, di mana pemerintah perlu terus mengimbau masyarakat untuk berpartisipasi dalam kampanye P4GN.

P4GN diharapkan dapat dimulai dari lingkungan keluarga, instansi pemerintah, pendidikan, bahkan sektor swasta untuk mencapai efektivitas maksimal dalam upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba.(red)