Israel Gerebek dan Blokir Siaran Al Jazeera di Israel, Lalu bagaimana Respon Al Jazeera ?

Aksaratimes.com I 6 Mei 2024 Jakarta – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan penutupan media Al Jazeera di Israel. Netanyahu menuduh jaringan media milik Qatar melakukan “hasutan” dan menyatakan bahwa keputusan tersebut telah disetujui oleh kabinet Israel. Al Jazeera mengutuk tindakan tersebut sebagai tindakan “kriminal”.

Jurnalis asing dilarang memasuki Gaza, dan staf Al Jazeera adalah satu-satunya reporter yang berada di sana. Para pejabat Israel telah lama menuduh jaringan tersebut memiliki bias anti-Israel, namun kritik terhadapnya meningkat setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Al Jazeera menuduh Israel sengaja menargetkan stafnya, termasuk jurnalis Hamza Al-Dahdouh, yang tewas dalam serangan Israel. Walau Israel membantah tuduhan tersebut.

Read More

Israel menutup kantor berita Al Jazeera di wilayahnya dan menyatakan media tersebut sebagai ‘penghasut’. Penutupan ini dilakukan setelah parlemen Israel mengesahkan undang-undang yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk menutup lembaga penyiaran asing yang dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional selama perang melawan Hamas.

Al Jazeera mengutuk keputusan Israel ini dan menyebutnya sebagai tindakan kriminal. Netanyahu menyatakan bahwa saluran Al Jazeera akan ditutup di Israel, dan peralatan serta situs webnya akan disita.

Meskipun demikian, penutupan ini tidak berlaku di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang diduduki Israel, di mana Al Jazeera masih menyiarkan perang Israel dengan Hamas.

Penutupan Al Jazeera oleh Israel Dikecam oleh PBB Terkait Kebebasan Pers

Penutupan kantor lokal Al Jazeera di Israel dan penghentian operasi saluran berita tersebut telah menimbulkan kecaman dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam pernyataannya, PBB menegaskan penentangan terhadap segala bentuk penyimpangan terhadap prinsip kebebasan pers.

Stephane Dujarric, juru bicara PBB, menekankan pentingnya kebebasan pers dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Ia menyatakan bahwa pembatasan terhadap kebebasan pers merupakan langkah yang merugikan masyarakat dan menghambat akses informasi yang seharusnya mereka dapatkan.

Menteri Komunikasi Israel, Shlomo Karhi, menjadi sosok kunci dalam penutupan Al Jazeera. Ia menandatangani perintah untuk menutup kantor Al Jazeera di Israel, menghentikan operasinya, dan memblokir akses ke situs web serta saluran siarannya. Tindakan ini disertai dengan penggerebekan kantor Al Jazeera di Yerusalem dan penyitaan sebagian peralatan siaran.

Reaksi dari Al Jazeera tidak mengejutkan. Jaringan berita tersebut dengan tegas mengutuk tindakan Israel yang dianggap melanggar hak asasi manusia dan hak dasar untuk mengakses informasi. Al Jazeera menegaskan kembali haknya untuk terus memberikan berita kepada pemirsa tanpa hambatan.

Kondisi di Gaza juga menjadi sorotan dalam konteks ini. Menurut laporan dari Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) dan Federasi Jurnalis Internasional (IFJ), lebih dari 100 jurnalis dan pekerja media, kebanyakan di antaranya adalah warga Palestina, tewas selama tujuh bulan pertama perang di Gaza. Kantor media di Gaza juga mencatat angka yang cukup mengkhawatirkan, dengan lebih dari 140 orang tewas, termasuk lima jurnalis setiap minggunya sejak 7 Oktober 2023.

Dengan demikian, penutupan Al Jazeera oleh Israel tidak hanya menimbulkan kekhawatiran terhadap kebebasan pers, tetapi juga menyoroti situasi yang semakin memprihatinkan bagi jurnalis di kawasan konflik seperti Gaza saat ini. (red)