Jember (beritajatim.com) – Sistem Penerima Pesertan Didik Baru (PPDB) 2025 masih belum jelas. Namun Komisi D DPRD Jember, Jawa Timur, meminta PPDB bersistem zonasi menjadi atensi pemangku kepentingan dan kebijakan kalau tetap diberlakukan.
PPDB bersistem zonasi didasarkan pada jarak tempat tinggal calon siswa dengan sekolah terdekat. Sistem ini, menurut Mufid, anggota Komisi D DPRD Jember, telah memunculkan apa yang disebutnya eksodus kartu keluarga (KK) ke sekolah yang diinginkan.
“Ini perlu ada aturan yang jelas. Kalau usia anak 12 tahun, tapi tanggal pembuatan KK-nya baru berusia satu tahun, kan perlu dipertanyakan. Ini (Dinas Pendidikan) harus tegas mengambil sikap,” kata Mufid, ditulis Sabtu (11/1/2025).
Ketua Komisi D Sunarsi Khoris mengatakan, perpindahan kartu keluarga menunjukkan keinginan besar masyarakat untuk menyekolahkan anak ke sekolah yang dianggap favorit.
Mufid mengingatkan, sistem zonasi diterapkan agar tak terjadi penumpukan siswa di sekolah yang dianggap favorit. “Sementara yang tidak favorit terpinggirkan, tidak jadi pilihan. Zonasi ini tujuannya baik, tapi mohon pelaksanaannya pun harus baik,” katanya.
Mufid berharap perpindahan KK dalam jumlah masif tidak terjadi lagi dalam PPDB 2025. “Saya kira yang pindah KK ini bukan orang yang tidak mampu lalu ingin masuk sekolah negeri. Saya kira orang mampu yang ingin anaknya bersekolah di sekolah favorit. Anehnya kok ada yang dititipi. Jadi saya mohon masalah zonasi jadi atensi Dispendik,” katanya.
Menurut Mufid, pertanggungjawaban sistem ini kepada masyarakat tidak main-main. “Ini kan akan jadi ujung tombak. Hal ini terjadi di sekolah favorit baik di pusat kota maupun kecamatan. Mungkin Dispendik ambil sikap tegas kepada kepala sekiolah,” katanya.
Mufid minta persoalan ini disampaikan kepada bupati. “Supaya tidak diakal-akali. Kalau aturan ini dicarikan titik lemahnya, tujuan yang baik jadi tidak baik,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Jember Hadi Mulyono mengatakan, sistem PPDB zonasi masih dikaji oleh pemerintah. “Sampai saat ini pedoman PPDB 2025 belum kami terima. Kalau polanya tetap zonasi, apa yang disampaikan anggota Dewan akan jadi perhatian,” katanya.
Namun Hadi mengakui, pengelola sekolah sulit menolak calon siswa yang telah memenuhi syarat. “Menolak atas dasar apa kalau secara administrasi dokumen kependudukan ada. Kalau menolak malah jadi masalah. Yang bisa adalah (bertindak) bersama-sama instansi yang mengeluarkan (dokumen kependudukan) itu. Tapi kita tunggu saja petunjuk pusat,” katanya. [wir]