Kebisingan Pemilu di Sosmed sebagian besar disebabkan oleh Ulah para Buzzer

Aksaratimes.com I 20 Maret 2024 Jakarta – Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menyebutkan bahwa sebanyak 1.923 konten terkait kabar bohong atau hoaks seputar Pemilu 2024 di berbagai platform media sosial sudah ditarik aksesnya. Angka ini berdasarkan laporan dari periode Juni 2023 hingga Maret 2024.

“Hoaks yang sudah kita takedown hampir 1.923,” ungkap Budi Arie di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, pada Selasa (19/3). “Dan juga yang agak vital ini adalah bahwa hampir 92 persen kebisingan ruang digital kita ini ternyata diisi para buzzer,”

Budi Arie menjelaskan bahwa kabar hoaks terkait Pemilu tersebar di berbagai media sosial seperti Google, Meta, dan TikTok. Menurut laporan TikTok, sudah ada sebanyak 10,8 juta konten hoaks yang dihapus. Sementara itu, Google juga telah menghapus hampir 2 juta konten.

Read More

“Ini yang secara mandiri tanpa kita minta, kebijakan komunitas mereka di platform sudah melalukan scrolling dan takedown sendiri tanpa kita minta,” katanya. Meskipun demikian, Budi Arie menyatakan bahwa suasana Pemilu 2024 lebih baik daripada Pemilu 2019. “Memang menurut data-data, suasana lebih baik, sangat lebih baik,” tambahnya.

Pada Pemilu 2019, Kominfo telah menghapus akses terhadap 771 konten berita palsu selama tujuh bulan terakhir menjelang pemilihan atau dari Agustus 2008 hingga Februari 2019. Mayoritas konten hoaks tersebut berkaitan dengan politik, dengan sebagian kecil terkait agama, kesehatan, dan isu internasional.

Wakil Menteri Kominfo, Nezar Patria, juga mengungkapkan bahwa politik identitas dan hoaks mengalami penurunan selama masa kampanye Pemilu 2024. “Meskipun tak sepenuhnya menghilang, namun kita juga mencermati ada penurunan pemakaian politik identitas. Dan kita cukup mau apresiasi hal itu,” ujarnya tanpa menyebutkan angka, dalam sebuah siaran pers pada Rabu (31/1). “Masyarakat kita juga semakin dewasa dengan pengalaman Pemilu dua kali dan Pilpres sebelumnya,”

Politik identitas sendiri mencapai puncaknya sejak Pilkada DKI 2017, terutama setelah kasus penodaan agama yang melibatkan mantan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Sementara itu Buzzer yang seringkali menyebarkan berita bohong (hoaks) kemudian menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dapat dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) UU 1/1946 dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun.(red)