Kunci Gartis dari Brain Cipher Belum Bisa Buka Data PDNS 2, Sampai Hacker yang sengaja Ganggu Oprasional Pemerintah akan di Cap sebagai Teroris Siber ?

Aksaratimes.com I 10 Juli 2024 Jakarta – PDNS 2, yang merupakan Pusat Data Nasional Sementara di Surabaya, belum berhasil memulihkan akses data setelah diserang oleh kelompok ransomware Brain Cipher sejak 20 Juni lalu. Meskipun kelompok tersebut telah menyediakan kunci dekripsi secara gratis melalui link download di situs gelap, kunci tersebut belum dapat digunakan untuk membuka data.

Menurut Pratama Persadha dari Communication & Information System Security Research Center (CISSReC), kunci yang didownload masih dalam proses dan belum dapat digunakan secara efektif untuk mendekripsi data di PDNS 2. Meskipun demikian, pemerintah terus berupaya memperbaiki layanan publik yang terganggu dan mengimbau institusi pemerintah untuk memastikan backup data mereka sendiri.

Pemerintah Indonesia telah mengklasifikasikan serangan ini sebagai tindakan terorisme siber, mengingat pentingnya PDNS 2 sebagai infrastruktur informasi vital yang menampung ribuan aplikasi pelayanan publik dari 282 instansi pemerintah pusat dan daerah. Hal ini mengakibatkan gangguan signifikan pada layanan digital publik, meskipun sebagian kecil instansi seperti Imigrasi berhasil mengatasi hal ini karena masih memiliki backup data sendiri.

Read More

Deputy of Operation Indonesia Security Incident Response Team on Internet and Infrastructure (CSIRT), MS Manggalany, menjelaskan bahwa serangan ransomware seperti ini merupakan salah satu modus utama dalam terorisme siber, karena selain menyebabkan disrupsi layanan, juga dapat mencapai tujuan ekonomi kriminal.

Meskipun Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) belum memberikan tanggapan resmi, pemerintah terus melakukan upaya penanganan serius terhadap serangan ini. Namun, untuk menetapkan serangan ini sebagai aksi terorisme siber, diperlukan analisis mendalam yang melibatkan para ahli keamanan siber dan pakar terorisme.

Pemerintah juga diingatkan untuk membedakan manajemen krisis siber dalam menghadapi terorisme siber dengan prosedur penegakan hukum terhadap kejahatan siber biasa. Hal ini mencakup prosedur protokol yang berbeda dalam merespons dan menanggapi serangan terorisme siber yang bisa melibatkan serangan ofensif terhadap aktor teroris dan sumber daya mereka.

Sehingga dalam pemberitaan ini menggarisbawahi pentingnya memperkuat keamanan cyber dan perlunya backup data yang teratur sebagai langkah preventif terhadap serangan siber di masa yang akan mendatang. (red)