Mendapat Tantangan dan Jegalan, Berikut Sejarah Pendirian Program Tapera

Aksaratimes.com I 22 Juni 2024 Jakarta – UU Tapera, yang baru-baru ini memicu kontroversi dan penolakan dari sejumlah kalangan, kini menghadapi tantangan serius setelah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan tersebut diajukan oleh Leonardo Olefins Hamonangan S.H, seorang karyawan swasta, dan Ricky Donny Lamhot Marpaung S.H, pelaku usaha UMKM, yang mempertanyakan kesesuaian beberapa pasal UU Tapera dengan UUD 1945.

Dalam surat permohonan yang dikutip dari website MK pada Sabtu (22/6), kedua pemohon menyoroti Pasal 7 ayat 1 dan 2 UU Tapera yang mengatur kewajiban partisipasi pekerja swasta dan mandiri dalam program ini. Mereka menganggap regulasi ini berpotensi merugikan mereka di masa depan, terutama terkait dengan tambahan beban keuangan yang akan dihadapi saat berumah tangga dan mengurus keluarga.

Pemohon juga menyuarakan kekhawatiran bahwa UU Tapera tidak mencerminkan prinsip negara welfare state, di mana pemerintah bertanggung jawab tidak hanya terhadap ketertiban sosial tetapi juga kesejahteraan masyarakat. Mereka menilai bahwa urgensi dan kebutuhan akan Tapera tidak sebanding dengan program seperti BPJS yang dinilai lebih esensial bagi masyarakat.

Read More

Selain itu, pemohon mengkritik bahwa Tapera dapat mengurangi minat masyarakat untuk berwirausaha, karena sanksi yang keras terhadap mereka yang tidak mematuhi peraturan ini, termasuk pembekuan dan pencabutan izin usaha. Mereka juga mengkhawatirkan potensi korupsi dalam pengelolaan dana Tapera, merujuk pada kasus dana PT Asabri yang telah merugikan negara secara besar-besaran.

Pemerintah telah menetapkan bahwa Tapera akan menjadi wajib bagi semua pekerja, termasuk swasta dan mandiri, mulai tahun 2027 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024. Aturan ini menetapkan iuran sebesar 3 persen dari gaji pekerja, yang akan dibayarkan secara gotong royong antara pekerja dan pemberi kerja.

Meskipun mendapat protes dari berbagai pihak, termasuk karyawan swasta di seluruh Indonesia, pemerintah belum menunjukkan tanda-tanda akan membatalkan kebijakan ini. Sebaliknya, mereka terus melakukan sosialisasi dan mengklaim bahwa program ini akan memberikan kepemilikan rumah kepada pesertanya.

Di sisi lain, beberapa pejabat kementerian seperti Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti tetap mempertahankan kebijakan Tapera, dengan menawarkan insentif-insentif tertentu untuk mendukung sektor perumahan.

Meski demikian, ada upaya dari beberapa pihak, termasuk Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, untuk mempertimbangkan penundaan penerapan Tapera jika diajukan oleh DPR, mengingat reaksi masyarakat yang terbelah terhadap kebijakan ini. Namun, semua keputusan terkait implementasi Tapera masih akan bergantung pada proses legislasi dan respons publik yang terus berkembang.

Tapera, atau Tabungan Perumahan Rakyat, adalah program penyimpanan yang dilakukan oleh Peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu. Dana yang terkumpul dari program ini hanya dapat digunakan untuk pembiayaan perumahan atau dikembalikan beserta hasil pemupukannya setelah Kepesertaan berakhir, sesuai dengan Pasal 1 PP No. 25/2020.

Dasar hukum Tapera diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Dalam regulasi ini dijelaskan bahwa BP Tapera, atau Badan Pengelola Tapera, bertugas menghimpun dana dari masyarakat dengan prinsip saling tolong-menolong antar-Peserta. Tujuannya adalah menyediakan dana murah jangka panjang untuk pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau.

Sejarah Tapera dimulai dengan pembentukan Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (BAPERTARUM-PNS) pada tanggal 15 Februari 1993 berdasarkan Keppres No. 14 Tahun 1993. Awalnya, BAPERTARUM-PNS bertugas membiayai pemenuhan kebutuhan perumahan bagi PNS dengan cara memotong sebagian gaji mereka untuk diinvestasikan dalam tabungan perumahan.

Pada tahun 2016, UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat diterbitkan sebagai respons terhadap meningkatnya kebutuhan rumah di Indonesia yang tidak sebanding dengan daya beli masyarakat. BP Tapera didirikan untuk menjadi solusi dengan menyediakan dana murah jangka panjang bagi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah, dalam membeli rumah.

Peran BP Tapera sebagai regulator diharapkan dapat mendorong pasar perumahan dan mengendalikan harga rumah untuk kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). BAPERTARUM-PNS secara resmi dibubarkan pada tanggal 24 Maret 2018 dan digantikan oleh BP Tapera sebagai pengelola program Tapera untuk semua segmen masyarakat, termasuk PNS, pekerja BUMN/BUMD/BUMDes, TNI/Polri, pekerja swasta, dan pekerja mandiri.

Dengan demikian, Tapera terus berkembang sebagai program yang tidak hanya menyediakan akses keuangan untuk perumahan, tetapi juga bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. (red)