Pajak Klub Tim Sepak Bola Prefesional Indonesia

Aksaratimes.com| 8 Agustus 2022. Jakarta – BRI Liga I 2022/2023 baru saja digelar. Masyarakat sangat antusias menyambutnya. Sepak bola merupakan salah satu cabang olah raga yang sangat digemari dan banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Cabang olah raga ini telah menjadi sebuah industri yang secara ekonomi sangat menjanjikan.

Dilansir Detik.com dalam Konsep industri sepak bola pada dasarnya adalah bagaimana sepak bola sebagai sebuah kegiatan mampu menguntungkan semua pihak yang terlibat mulai dari pemain, panitia pelaksana, klub, sponsor hingga penikmat sebagai sebuah tontonan. Klub bisa memperoleh keuntungan dengan memanfaatkan berbagai aset yang dimiliki klub seperti penjualan pemain, penjualan tiket pertandingan, penjualan berbagai barang dagangan, dan untuk menarik minat investor atau perusahaan swasta agar mau memberikan dana promosinya. Semua ini tentunya akan berpengaruh juga kepada aspek perpajakannya.

Penghasilan Klub

Penghasilan merupakan objek pajak, yakni setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Berbicara mengenai penghasilan klub sepak bola, tentunya hal ini mencakup seluruh penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh oleh klub. Secara umum penghasilan klub bersumber antar lain dari penjualan tiket, penjualan pemain, penjualan merchandise, penghasilan dari sponsor, bagi hasil hak siar, dan lain-lain. Dalam hal ini klub mempunyai kewajiban seperti halnya Wajib Pajak lainnya untuk menghitung pajak atas seluruh penghasilannya.

Dengan asumsi bahwa sebuah klub besar telah memiliki peredaran bruto di atas Rp 4,8 miliar, tentu saja klub tidak termasuk ke dalam katagori Wajib Pajak yang melakukan penghitungan pajak berdasarkan PP Nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Dengan demikian, klub tersebut harus melakukan penghitungan pajak dengan menggunakan ketentuan umum.

Yang menarik adalah pada saat klub melakukan pembelian pemain. Apakah atas pembelian tersebut klub akan membiayakan, atau mencatatnya sebagai aset. Dalam hal ini saya berpendapat bahwa atas pembelian pemain tersebut harus dibukukan sebagai aset karena pemain tersebut memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun dan ke depan pemain tersebut dapat dijual kembali.

Namun, walaupun dicatat sebagai aset, atas pembelian pemain tersebut tidak dapat “disusutkan,” karena ada kemungkinan nilai jual pemain tersebut di tahun berikutnya akan mengalami peningkatan.

Penggelapan Pajak

Kita sudah sering mendengar pemain bola dunia tersandung kasus penggelapan pajak. Dikabarkan para pemain sepakbola papan atas dunia tersebut kurang membayar pajak sampai ratusan miliar rupiah. Memang harus kita akui bahwa gaji para pemain dan pelatih sepak bola di Indonesia belum sebesar para pemain dan pelatih sepak bola di Eropa. Namun, untuk para pemain sepak bola papan atas saat ini sudah mendapatkan gaji yang cukup tinggi.

Selain berkewajiban untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan penghasilannya, sebuah klub juga mempunyai kewajiban untuk memotong penghasilan karyawan, pemain serta ofisialnya. Agar para pemain sepak bola tersebut tidak tersandung kasus penggelapan pajak, maka klub di mana pemain tersebut bernaung harus melakukan pemotongan pajak dengan benar.

Objek PPN

Objek PPN dapat diartikan sebagai barang dan jasa kena pajak yang terkena pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Meskipun pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan objek PPN, namun karena adanya pertimbangan lain, maka ada beberapa barang dan jasa yang tidak termasuk objek PPN. UU PPN di Indonesia menganut prinsip semua barang dan jasa adalah objek PPN kecuali yang dikecualikan. Pengecualian objek PPN ini diatur dalam Pasal 4A UU PPN.

Seperti halnya dengan penyerahan barang dan/atau jasa lainnya, maka transfer pemain atau pelatih dan penjualan barang dagangan dalam dunia sepak bola juga terutang PPN. Hal ini dikarenakan sesuai dengan Pasal 4A UU PPN pemain dan/atau pelatih bukan merupakan salah satu “barang” yang dikecualikan dari objek PPN.

Dan, mengingat pesatnya industri sepak bola di Indonesia, saya meyakini bahwa untuk klub-klub sepak bola besar di Indonesia, khususnya yang sudah bermain di pentas Liga 1, merupakan klub yang mempunyai omzet di atas Rp 4,8 miliar. Artinya klub-klub tersebut harus sudah dikukuhkan sebagai PKP. Adapun untuk penjualan tiket, sesuai dengan PMK Nomor 158/PMK.010/2015 Kriteria Jasa Kesenian dan Hiburan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai.(Red)

Read More