Perdebatan dalam negosiasi gencatan senjata Israel-Palestina: apa alasan dan kenapa gencatan senjata ini di ragukan?

Aksaratimes.com I 14 Juni 2024 Jakarta – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) telah menyetujui rencana baru untuk gencatan senjata di Jalur Gaza yang didukung oleh Amerika Serikat (AS) pada Senin (10/06/2024). Rencana tersebut bertujuan untuk mengakhiri konflik antara Israel dan Hamas yang sudah memanas selama delapan bulan terakhir. Gencatan senjata direncanakan akan dilaksanakan dalam tiga fase.

Fase pertama melibatkan gencatan senjata selama enam minggu, pembebasan sandera yang sudah lanjut usia, terluka, atau perempuan, serta pemulihan para warga sipil yang mengungsi untuk kembali ke rumah mereka. Di fase kedua, Israel diharapkan akan menarik pasukannya sepenuhnya, semua sandera Palestina dikembalikan, dan lebih banyak tahanan Palestina dibebaskan. Fase terakhir melibatkan pengembalian jenazah sandera yang tewas ke Israel dan dimulainya proses pembangunan kembali Gaza.

Namun, satu tantangan yang masih menghambat adalah persetujuan dari Hamas dan Israel. Meskipun Hamas telah menyetujui garis besarnya, mereka masih menuntut amendemen tertentu. Sementara itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, secara terbuka menolak beberapa aspek dari rencana gencatan senjata tersebut, menunjukkan keraguan terhadap komitmen Israel terhadap usulan AS.

Read More

Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menyatakan bahwa negosiasi masih berlanjut, meskipun Hamas telah meminta banyak perubahan yang beberapa di antaranya tidak dapat dipenuhi. Sementara itu, pejabat Israel dan Hamas menunjukkan pembagian pendapat yang masih besar terkait banyak isu yang telah diperjuangkan mediator selama berbulan-bulan.

Apa saja poin-poin yang menjadi perdebatan? Salah satunya adalah kondisi gencatan senjata yang tidak akan mengakomodasi pembebasan semua sandera kecuali ada gencatan senjata yang lengkap dan Israel menarik semua pasukannya dari Gaza. Netanyahu mempertahankan bahwa Israel harus menghancurkan kekuatan militer dan pemerintahan Hamas untuk menghindari serangan di masa depan.

Hamas juga menekankan amandemen yang diminta bertujuan untuk menjamin gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan Israel. Mereka juga berupaya untuk membebaskan ratusan warga Palestina yang dipenjara oleh Israel, termasuk pemimpin politik dan militan senior.

Masalah muncul ketika membahas fase kedua, di mana Israel dan Hamas harus mencapai kesepakatan tentang pembebasan semua sandera yang masih hidup dan penarikan penuh Israel dari Gaza. Hamas khawatir bahwa Israel akan melanjutkan perang setelah sandera-sandera rentan dibebaskan, seperti kejadian-kejadian sebelumnya yang mana banyak gencatan senjata justru di langgar oleh isreal itu sendiri secara sepihak.

Selain itu, kurangnya rasa percaya antara Israel dan Hamas yang telah berkonflik selama bertahun-tahun menjadi kendala serius. Pemerintah Israel juga berhadapan dengan tekanan internal dari kelompok sayap kanan yang menentang rencana yang diusulkan AS dan menginginkan penghancuran total Hamas.

Kondisi ini semakin rumit dengan pengaruh politik di Israel yang mempengaruhi keputusan Netanyahu dalam merundingkan gencatan senjata. Namun, Blinken menegaskan bahwa negosiasi harus mencapai titik di mana kedua pihak memiliki itikad baik untuk mencapai kesepakatan yang berkelanjutan, namun demikian Perdamaian Permanen dan sejati tidak akan tercipta bila dalam hal ini sikap saling menghargai, saling tolerasi, dan keinginan yang kuat untuk memegang teguh komitment tersebut bila itu tidak di jalankan, yang artinya potensi konflik akan tetap terjadi kembali selama Palestina tidak di akui Merdeka dan memiliki hak dalam Politik internasional dan Posisi di dalam DK PBB, Perdamaian sejati hanya akan tercipta bilamana dalam hal ini suatu bangsa memeiliki kesetaraan dan kekuatan yang sama berimbang dengan bangsa lainnya dalam Berbangsa dan Bernegara. (red)