Saat Malaysia Siap Jadi Raja Semikonduktor, Indonesia Harus Apa?

Aksaratimes.com I 18 Juni 2024 Jakarta – Malaysia sedang mengukuhkan posisinya sebagai pusat data center dan semikonduktor utama di Asia Tenggara, sementara Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memperluas kehadiran di sektor ini. Negara tetangga itu telah berhasil menarik investasi besar-besaran dari perusahaan teknologi terkemuka seperti Google, Nvidia, dan Microsoft untuk mengembangkan infrastruktur data center.

Johor Bahru, kota yang berbatasan langsung dengan Singapura, menjadi pusat utama investasi ini. Proyeksi menunjukkan bahwa Johor Bahru akan melampaui Singapura sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara dalam beberapa tahun mendatang, dengan total pasokan data center mencapai 1,6 gigawatt.

Pertumbuhan pesat ini dipicu oleh meningkatnya permintaan akan layanan komputasi awan dan kecerdasan buatan, yang dipercepat oleh transformasi digital global pasca pandemi. Malaysia menawarkan biaya energi dan lahan yang lebih rendah daripada Singapura dan Hong Kong, sehingga menarik bagi investor yang mencari efisiensi operasional.

Read More

Namun, tantangan besar yang dihadapi Malaysia adalah kebutuhan akan energi dan air yang tinggi untuk mendukung ekspansi data center mereka. Proyeksi menunjukkan bahwa permintaan listrik dari data center di Malaysia bisa mencapai 5 gigawatt pada tahun 2035, sementara kapasitas listrik terpasang saat ini hanya sekitar 27 gigawatt.

Di sektor semikonduktor, Malaysia juga memainkan peran utama. Intel, misalnya, telah menginvestasikan lebih dari 7 miliar dolar AS untuk membangun pabrik pengemasan dan pengujian chip di Malaysia. Keputusan ini menegaskan posisi Malaysia sebagai salah satu pusat manufaktur semikonduktor global, dengan infrastruktur yang telah terbukti selama lima dekade terakhir.

Sementara itu, Indonesia, meskipun memiliki rencana besar untuk mengembangkan industri semikonduktor di Pulau Rempang dengan investasi 12 miliar dolar AS, menghadapi berbagai hambatan. Negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia telah menggunakan isu lingkungan untuk menghambat pertumbuhan industri semikonduktor Indonesia.

Untuk mencapai ambisi sebagai pemain utama dalam industri semikonduktor, Indonesia perlu meningkatkan infrastruktur dan menawarkan insentif pajak yang lebih menarik bagi investor. Selain itu, pengembangan sumber daya manusia di bidang mikroelektronika menjadi krusial untuk mendukung pertumbuhan ini.

Dengan demikian, sementara Malaysia melanjutkan dominasinya sebagai pusat data center dan semikonduktor di kawasan ini, Indonesia perlu mengatasi berbagai tantangan untuk meningkatkan daya saingnya dan memperluas kehadiran di industri yang krusial ini. (red)