Subsidi Mobil Listrik Thailand Memicu Krisis: Akibatkan Kelebihan Pasokan dan Penutupan Pabrik?

Aksaratimes.com I 1 Agustus 2024 Jakarta – Pemerintah Thailand telah meluncurkan skema subsidi besar-besaran untuk mobil listrik dengan tujuan menarik investasi dan mempopulerkan kendaraan ramah lingkungan. Walaupun langkah ini berhasil mendatangkan banyak investor baru, terutama dari pabrikan China, dampaknya ternyata tidak sepenuhnya positif.

Menurut Asia Nikkei, subsidi yang digelontorkan pemerintah Thailand memicu efek domino yang merugikan. Banyak tokoh industri melaporkan bahwa kebijakan ini menyebabkan kelebihan pasokan kendaraan listrik di Thailand. Data menunjukkan bahwa meskipun 185.029 unit mobil listrik telah diimpor sejak subsidi diperkenalkan pada 2022, hanya 86.043 unit yang telah terdaftar. Ini meninggalkan sekitar 90.000 unit mobil listrik yang belum terjual.

Kelebihan pasokan ini mengakibatkan persaingan harga yang ketat antara mobil listrik dan mobil berbahan bakar fosil, bahkan mendorong produsen mobil konvensional untuk mengurangi produksi dan menutup pabrik. Akibatnya, beberapa pabrik kendaraan konvensional mengalami penurunan kapasitas produksi, dan beberapa produsen suku cadang terpaksa gulung tikar.

Read More

Efek negatif dari subsidi ini juga meluas ke rantai pasokan suku cadang kendaraan. Menurut laporan, setidaknya selusin produsen suku cadang lokal telah menutup usaha mereka karena produsen mobil listrik China yang disubsidi tidak membeli dari mereka. Kondisi ini memperburuk situasi bagi industri otomotif lokal yang bergantung pada permintaan suku cadang.

Penurunan penjualan mobil berbahan bakar fosil secara signifikan mempengaruhi produsen otomotif, khususnya merek Jepang yang telah lama berinvestasi di Thailand. Penjualan mobil berbahan bakar fosil turun drastis setelah subsidi mobil listrik diterapkan. Produsen Jepang, yang memproduksi sekitar 90 persen kendaraan berbahan bakar fosil di Thailand, merasakan dampaknya secara langsung.

Lemahnya perekonomian Thailand juga turut berperan, dengan konsumen mengurangi pembelian produk mahal. Dalam lima bulan pertama tahun ini, penjualan kendaraan di Thailand mencapai hanya 260.365 unit, turun 23 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ini merupakan angka terendah dalam satu dekade.

Beberapa produsen otomotif, seperti Honda, telah mengumumkan rencana untuk menghentikan produksi di pabrik mereka di Provinsi Ayutthaya pada 2025 dan mengkonsolidasikan operasi di pabrik lain. Subaru dan Suzuki juga telah memutuskan untuk menghentikan produksi di Thailand dalam waktu dekat.

Sektor otomotif di Thailand, yang mempekerjakan lebih dari 750.000 orang dan menyumbang sekitar 11 persen PDB negara tersebut, mengalami tekanan berat. Produksi mobil berbahan bakar fosil yang menyusut mengakibatkan dampak signifikan terhadap industri lokal.

Selain itu, kebijakan subsidi ini juga berdampak pada produsen komponen lokal. Presiden Asosiasi Produsen Suku Cadang Mobil Thailand, Sompol Tanadumrongsak, melaporkan penurunan pesanan suku cadang sebesar 40 persen tahun ini. Banyak pabrik perakitan kendaraan mengurangi kapasitas produksi, dan sebagian besar produsen suku cadang lokal terpaksa mengurangi operasi mereka.

Surpong Paisitpatanapong dari Federation of Thai Industries menyarankan pemerintah Thailand untuk mendorong pembelian kendaraan berbahan bakar fosil, terutama yang menggunakan suku cadang lokal, guna mendukung industri otomotif domestik yang sedang tertekan. Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah untuk menstimulasi pasar mobil berbahan bakar fosil agar sektor ini tetap dapat bertahan.

Kehadiran merek-merek China di Thailand memang disertai rencana investasi, tetapi ketergantungan terhadap suku cadang impor dan kelebihan pasokan kendaraan listrik justru menambah tekanan bagi industri otomotif lokal Thailand. (red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *