Kisah Ayah di Lumajang yang Kaget setelah tau Putrinya Dinikahi Siri oleh Pengasuh Ponpes Tanpa Izin?

Aksaratimes.com I 30 Juni 2024 Jakarta – Polres Lumajang telah menetapkan Muhammad Erik, seorang pengasuh pondok pesantren, sebagai tersangka setelah menikahi gadis berusia 16 tahun secara siri tanpa izin wali. Muhammad Erik, yang sudah memiliki istri, diduga mengiming-imingi korban dengan uang sebesar Rp 300.000. Kasus ini dilaporkan ke polisi oleh ayah korban, yang dikenal dengan inisial M, pada 14 Mei 2024, meskipun pernikahan siri tersebut dilakukan pada 15 Agustus 2023.

M menceritakan bahwa putrinya sering mengikuti pengajian yang diadakan oleh Muhammad Erik, meskipun tidak tinggal di pondok pesantren tersebut. Informasi tentang pernikahan putrinya baru diketahuinya dari pembicaraan tetangga. “Awalnya, tetangga ramai bilang anak saya hamil, saya kaget, kan enggak pernah saya nikahkan. Setelah saya tanya ternyata memang tidak hamil,” ujar M di rumahnya di Kecamatan Candipuro, Lumajang, Jumat (28/6/2024).

Menurut M, putrinya tidak pernah tinggal bersama Muhammad Erik setelah pernikahan siri tersebut. M juga mengungkapkan bahwa putrinya hanya dipanggil untuk bertemu dalam waktu-waktu tertentu, dan sering dijemput oleh orang yang disuruh oleh pelaku. “Jadi kalau anak saya mau ke sana pasti ada yang jemput terus ada yang ngantar pulang,” kata M.

Read More

Setelah polisi menetapkan Muhammad Erik sebagai tersangka, M berharap agar pelaku segera ditangkap dan dihukum setimpal. Dia menyatakan bahwa putrinya mengalami trauma berat akibat kejadian ini, dan kini tidak mau bertemu orang lain dan lebih memilih untuk mengurung diri di kamar.

Menurut Kasatreskrim Polres Lumajang AKP Ahmad Rohim, Muhammad Erik telah ditetapkan sebagai tersangka, meskipun belum ditahan. “Sudah ditetapkan tersangka kemarin. Belum (ditangkap) nanti kami panggil yang bersangkutan.

‘Nikah siri‘ adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada pernikahan yang dilakukan tanpa adanya proses dan persyaratan hukum yang sah sesuai dengan agama atau undang-undang yang berlaku di suatu negara. Berbeda dengan pernikahan resmi yang diakui secara hukum dan sosial, nikah siri tidak melibatkan proses pencatatan resmi di kantor catatan sipil atau lembaga yang setara, serta tanpa di sertai wali ataupun saksi sah

Kerugian dari Nikah Siri

Ketidakadilan Hukum:
Pernikahan siri tidak memiliki perlindungan hukum yang sama seperti pernikahan resmi. Ini dapat menyulitkan salah satu atau kedua pasangan untuk mengklaim hak-hak seperti hak waris, hak asuransi, atau keabsahan hak kepemilikan aset.

Kesulitan Akses Layanan Publik:
Pasangan yang menikah secara siri mungkin mengalami kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan, pendidikan, atau fasilitas publik lainnya yang sering kali memerlukan dokumen pernikahan yang sah.

Dampak Sosial:
Nikah siri bisa menimbulkan stigma sosial terutama di masyarakat yang menghargai nilai-nilai pernikahan sah. Hal ini dapat mempengaruhi status sosial dan interaksi sosial pasangan yang menikah secara siri.

Ketidakpastian Keuangan:
Tanpa perlindungan hukum yang jelas, pasangan dalam nikah siri rentan terhadap masalah finansial, seperti tidak dapat mengakses hak-hak keuangan yang melindungi pasangan dalam pernikahan resmi.

Kesulitan dalam Perceraian:
Jika terjadi masalah atau perbedaan yang tidak dapat diselesaikan, perceraian dalam nikah siri bisa menjadi lebih rumit karena kurangnya prosedur hukum yang terstruktur untuk mengaturnya.

    Keseluruhan, nikah siri sering kali dianggap sebagai opsi yang tidak dianjurkan karena berpotensi menimbulkan masalah. (red)