Perusahaan keamanan siber Ingatkan Ancaman dari Brain Cipher dan kelompok peretas lainnya

Aksaratimes.com I 10 Juli 2024 Jakarta – Peringatan dari perusahaan keamanan siber, Stealthmole, menunjukkan bahwa kelompok peretas seperti Brain Cipher tidak berhenti setelah menyerang Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya. Indonesia diperingatkan untuk waspada terhadap ancaman yang terus meningkat di ranah siber.

Stealthmole mengungkapkan melalui cuitannya di platform X bahwa dalam forum-forum gelap di darkweb, banyak peretas yang menargetkan pemerintah Indonesia. Mereka telah membocorkan basis data, kredensial, dan dokumen rahasia yang terkait dengan pemerintah Indonesia.

“Kelompok peretas seperti “Brain Cipher” akan terus menargetkan Indonesia. Indonesia harus memperhatikan intelijen web gelap dan memperkuat keamanannya,” kata Stealthmole dalam cuitannya pada Jumat (5/7).

Read More

Selain itu, perusahaan keamanan siber lainnya, Kaspersky, juga mencatat lonjakan aktivitas ancaman siber di Indonesia selama kuartal pertama 2024. Mereka berhasil memblokir total 5.863.955 ancaman online selama periode Januari hingga Maret, meskipun angka ini turun 23,37 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Dony Koesmandari, Territory Manager Kaspersky untuk Indonesia, sebelumnya mengungkapkan bahwa sektor finansial dan lembaga pemerintahan menjadi sasaran utama serangan siber di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh volume data yang besar yang dimiliki sektor-sektor tersebut.

Perusahaan keamanan siber Ensign InfoSecurity juga melaporkan beberapa kelompok peretas yang aktif menargetkan Indonesia, seperti LockBit Gang, Scattered Spider, dan UNC5221. Ketiganya dikenal sebagai kelompok kejahatan terorganisir yang menggunakan metode yang canggih untuk menembus sistem keamanan digital Indonesia.

Scattered Spider, misalnya, dikenal karena motivasi keuntungan finansialnya dan seringkali menjual data yang mereka curi. Mereka memanfaatkan rekayasa sosial untuk mendapatkan akses awal ke sistem target, sementara UNC5221 cenderung melakukan pencurian informasi dan spionase dengan memanfaatkan kerentanan VPN tertentu.

Kedua kelompok ini bukan hanya menyerang Indonesia, tetapi juga negara-negara lain seperti Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Australia, dan China. Mereka sering kali menjadi broker akses awal yang menjual data hasil pencurian mereka.

Dengan kejadian ini pentingnya bagi pemerintah untuk terus melakukan penguatan keamanan siber di Indonesia dan perlunya langkah-langkah preventif yang lebih serius dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks dan berdampak sangat merugikan. (red)