Anti-Israel Merebak di Berbagai Negara, Gelombang Demonstrasi di Kampus-kampus, hingga Kasus Wisatawan Israel Dipukuli di Stasiun kereta

Aksaratimes.com I 23 Mei 2024 Jakarta – Liburan seorang bapak dan anak di Belgia berakhir bencana ketika mereka dipukuli secara brutal di sebuah stasiun kereta. Insiden tersebut terjadi di stasiun kota Bruges, Belgia, pada Jumat, saat Amnon Ohana (62) dan putrinya Shira (29) tengah berlibur dari Israel.

Dilansir dari Times of Israel pada Kamis (23/5), peristiwa berawal ketika Ohana dan Shira melihat stiker anti-Israel di stasiun tersebut. Ohana kemudian melepas stiker itu, namun aksinya terlihat oleh beberapa pria yang langsung naik pitam dan memukulinya. Ohana ditinju di tulang rusuk dan didorong ke lantai, sementara Shira berusaha mencari pertolongan dengan berteriak. Beruntung, Shira sempat merekam pemukulan tersebut sebagai bukti kekerasan.

Ohana dibawa ke rumah sakit Oostende dan mengalami patah rahang serta beberapa luka memar di tubuhnya. Kedutaan Besar Israel di Belgia telah mengajukan pengaduan atas insiden ini, dan Duta Besar Israel untuk Belgia, Idit Rosenzweig-Abu, telah berkomunikasi dengan Ohana dan Shira. “Apa yang awalnya merupakan wacana kekerasan dalam beberapa minggu terakhir telah berubah menjadi kekerasan nyata di jalanan,” tulis duta besar dalam sebuah cuitan di platform X.

Read More

Insiden ini terjadi di tengah meningkatnya protes antisemitisme dan anti-Israel di Eropa dan seluruh dunia akibat serangan yang terus dilakukan Israel di Gaza Palestina, awalnya gelombang protes ini datang sebagai aksi solidaritas dengan dituntutnya genjatan senjata permanen, namun awalnya demonstrasi ini kini berubah menjadi sebuah penegasan kekerasan, yang mana bahwa dimanapun itu, mereka para penjajah tidak akan diterima dengan sambutan.

Mahasiswa Yahudi mulai Ketakutan Usai Demo Anti-Israel Merebak di Kampus-kampus New York dan Seluruh dunia, sehingga mereka kini merasa tidak aman

Setelah berhari-hari kerusuhan dan aksi anti-Israel di Universitas Columbia, New York City, rabi Ortodoks universitas tersebut mengirim pesan kepada mahasiswa Yahudi untuk menjauh dari kampus sampai situasi aman. Rabi Elie Beuchler menyebut protes anti-Israel yang terjadi hampir setiap hari sebagai tindakan mengerikan dan tragis. “Peristiwa beberapa hari terakhir, terutama tadi malam, telah memperjelas bahwa Keamanan Publik Universitas Columbia dan NYPD tidak dapat menjamin keamanan mahasiswa Yahudi dalam menghadapi antisemitisme dan anarki yang ekstrim,” kata Beuchler, dikutip dari Times of Israel, Senin (22/4/2024) April lalu.

Rabi itu menyarankan agar mahasiswa Yahudi tetap di rumah sampai keadaan di dalam dan sekitar kampus membaik secara signifikan.“Bukan tugas kami sebagai orang Yahudi untuk memastikan keselamatan kami sendiri di kampus. Tidak seorang pun harus menanggung kebencian sebesar ini, apalagi di sekolah,” tulisnya. Universitas Columbia kemudian setuju untuk mengizinkan mahasiswanya menghadiri kelas dari jarak jauh dan menawarkan akomodasi bagi mahasiswa Yahudi yang membutuhkan tempat tinggal sementara.

Namun, Hillel dari Columbia menentang pernyataan rabi tersebut, dengan mengatakan bahwa mereka tidak percaya mahasiswa Yahudi harus meninggalkan kampus dan bahwa kampus akan tetap terbuka untuk melayani masyarakat. Hillel juga menyerukan pihak universitas dan Kota New York untuk melakukan lebih banyak upaya dalam melindungi mahasiswa Yahudi. “Kami menyerukan pihak administrasi universitas untuk segera bertindak dalam memulihkan ketenangan di kampus. Kota harus memastikan bahwa siswa dapat berjalan-jalan di Broadway dan Amsterdam tanpa takut dilecehkan,” kata Columbia Hillel.

Sejak 7 Oktober 2023, tepat ketika perang Israel-Hamas pecah, universitas-universitas di Amerika Serikat telah menjadi tempat protes besar-besaran anti-Israel. Di Universitas Columbia, pengunjuk rasa pro-Palestina dan pro-Israel saling bersitegang selama enam bulan terakhir. Protes anti-Israel semakin meningkat dalam seminggu terakhir setelah universitas meminta NYPD untuk membongkar sebuah perkemahan yang didirikan untuk mendukung Gaza.

Selama pembubaran mahasiswa yang melakukan protes pada hari Rabu (17/4/2024), polisi menangkap lebih dari 100 orang, termasuk putri Perwakilan AS Ilhan Omar, seorang kritikus keras terhadap Israel. Setiap malam sejak itu, para pengunjuk rasa berbaris melalui kampus sambil memukul-mukul panci dan wajan serta meneriakkan slogan-slogan yang menyerukan intifada, atau pemberontakan melawan Israel. Para pengunjuk rasa juga menyatakan identifikasi mereka terhadap Hamas dan menyerukan serangan lebih lanjut seperti yang dilakukan Hamas pada 7 Oktober, Kelompok Hamas di anggap sebagai Perjuangan Untuk Kemerdekaan Palestina dari Perang melawan Penjajahan dan Agresi Isreal yang terus berlangsung hingga saat ini. (red)

Liputan ‘Voices Fome Gaza